Ada semacam pelajaran yang bisa dipetik dari kisah tersebut, bukan membandingkan, tapi itu dipahami sajalah untuk teman-teman yang disana.
Pertama, project yang kita kerjakan termasuk kedalam kategori jurnalistik. Sejatinya, kita berada dibawah naungan UU Pokok Pers No. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik hingga Pedoman Media Siber. Apakah teman-teman pernah membacanya?
Terkait membaca atau tidaknya, referensi untuk hal-hal diatas bukan sedikit, banyak berkeliaran didalam google ataupun mesin pencari lainnya, biasanya saya menggunakan jasa Bing Search. Teman-teman jika ingin terus melanjutkan project ini hendaknya memahami sedikit banyak hal-hal diatas.
Baca Juga : Seputar Korupsi Pembanguna Kelok 9
Baca Juga : Seputar Korupsi Pembanguna Kelok 9
Kedua, project yang kita jalankan (awalnya) bersama itu sebenarnya sudah bisa dikatakan 85persen selesai. Hanya saja, ego dan kemauan dalam diri kita berbeda. Saya hanya ingin project ini selesai tanpa ada dasar dibelakangnya. Toh yang punya project adalah bersama.
Ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan saya untuk keluar dari project tersebut.
1. Tentang editor. Tim editor sejatinya adalah orang yang akan meng-edit-kan naskah yang telah ditulis oleh mereka yang meliput. Editor bukanlah yang merangkai kata-kata.
2. Ada dualisme "tujuan" dari project tersebut. Pertama, karena tuntutan salah satu klub mobil yang telah teman-teman janjikan, kedua, niat untuk menyelesaikan project ini secara murni. Seharusnya tidak ada dualisme ini.
3. Photosesion di kampus Unand. Sebenarnya ini salah paham, tapi yang menjadi dasar pertimbangan adalah, kita sama-sama memperlihatkan 'pongah' yang ada. Saya cuma memberikan saran bahwa inlender-inlender disana sangat tidak baik responnya terhadap orang, apalagi diwaktu libur. Tapi teman-teman tidak percaya.
4. Ada hal penting yang seharusnya menjadi fokus utama saya sewaktu itu. Bukan project ini, tapi skripsi yang seharusnya sudah kelar 1 bulan yang lalu. Dan media online yang telah saya rintis jauh sebelum project ini ada. Jadi saya putuskan keluar sepihak.Judulnya, Jurnalisme itu butuh esensi positif, maksudnya adalah dalam proses mencari, mengumpulkan, mengolah, mengrivew, dan menyebarkan informasi dalam bentuk tulisan butuh hati nurani yang positif. Bukan seperti yang telah kita lakukan.
Saya memang baru dalam dunia jurnalis, dimulai dari kelas 1 SMA hingga sekarang yang sudah memasuki tahun ke 7. Baru merasakan sedikit polemik dalam jurnalistik itu. Pengalaman berharga dari salah satu koran terbesar di kota ini, Singgalang.
Pernah pula teman mengatakan bahwa "kita bisa adu skil" maksudnya apa? Dalam dunia jurnalistik, tidak ada dan tidak akan pernah yang namanya adu skil dalam bekerja, kecuali ikut kompetisi menulis. Sebagai contoh, saat saya menjadi wartawan koran singgalang, saat saya meliput, datang seorang wartawan meminta data yang saya kumpulkan tadi. Thats fine. Begitupun sebaliknya. Wartawan dengan beda payung, seperti koran A dengan koran B, TV A dengan TV B, mereka secara institusi memang berbeda, tapi secara batin, mereka bersaudara.
Semoga saja teman bisa menangkap masuk tulisan ini.
(Tinta Putih)
0 komentar:
Posting Komentar