Coretan Putih diatas Hitam...

Welcome to my site.


Senin, 26 September 2011

Catatan Kuliah : Tidak Ada Salahnya Jika Harus Mengulang

oleh : Abdimasa

Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Merupakan salah satu organisasi langsung dibawah Dekanat yang beroperasi dalam hal pengembangan bisnis dan ekonomi. Baik kota Padang maupun Sumatra Barat.
Saat ini Direktur dari pusat studi tersebut tengah mempersiapkan diri untuk kembali bersekolah s3 di negri Kangguru. Sehingga penulis mendapatkan telepon dari beliau yang juga seorang dosen di jurusan Manajemen. Yang singkatnya, beliau ingin bahwa penulis terlibat aktif dalam organisasi tersebut.
Ringkasnya, penulis saat ini juga bisa dikatakan sebagai staff di pusat studi tersebut bersama seorang teman keturunan Cina. Dia setahun lebih tua dan satu angkatan lebih tua dari penulis. Dia merupakan salah satu mahasiswa yang akan menamatkan kuliah 3.5 tahun. Kegiatan perdana yang akan kami lakukan adalah mengadakan sebuah event lomba yang berskala Sumbar.
Jadi, belum lama ini, kami mendapatkan telepon dari direktur pusat studi ini, beliau mengatakan bahwa akan mengadakan pertemuan dengan kami tim event dan juga dengan satu tim lainnya yang dulu telah kami bentuk untuk kegiatan jurnalistik.
Alhasil, siang yang terik itu kami berkumpul bersama tim event diruangan pusat studi di Fakultas. Berkenalan dan bercerita tentang event yang akan kita angkat sebelum beliau meninggalkan Indonesia untuk kuliah lagi.
“seberapa besar acara ini, kita yang menentukannya.” Ujar sang direktur pusat studi mengakhiri.
Kali ini, tiba saatnya direktur pusat studi tersebut ber-rapat dengan tim jurnalistik untuk membahas penerbitan perdana yang sempat tertunda karena libur kuliah.
Malam sebelumnya, kami tim telah “bacakak gadang” apalagi penulis dengan seorang ilustrator, pokoknya kami sangat lelah dibuatnya sehingga proses layout selesai dalam satu malam.
Ternyata, ketika bertemu dengan direktur yang menjadi pembina, kami disuruh untuk mengulang semuanya, karena menurut beliau, apa yang telah kami buat sangat jauh dari harapannya. Dalam hati terbesit, tidak apa-apa, ini merupakan pengajaran yang sangat berharga. Ada maksud tertentu didalamnya sehingga kami harus mengulang lagi dari awal.
Semoga kami bisa mengulang dari awal kembali dan tidak ada kesalahanya yang akan terjadid lagi, dengan adanya banyak pengajaran ini, kami berharap bisa sukses dan terus maju.
(Mahasiswa Manajemen Unand 2009)

Moral Pelajar Moral tawuran

Oleh : Tinta Putih

Saat berjalan didepan sebuah sekolah menengah pertama yang ada dikota Padang, sedikit miris melihat disalah satu warung yang ada disampingnya. Segerombolan anak tengah tertawa keras sembari menghisap sebatang rokok. Padahal mereka masih berstatus “menampung” dari orangtua.
Kali ini teringat perkataan orangtua dulu, “kalau ingin merokok, mencarilah dulu, tapi usahakan jangan, tidak baik untuk kesehatan.”
Mau diingatkan, bagaimana lah, mereka akan berkata kalau mereka membeli pakai uang mereka, bukan uang penulis. Heran, tunas bangsa yang harusnya menghisap ilmu pelajaran, malah menghisap asap yang sangat jelas mengandung bahan yang berbahaya dan tidak menyehatkan.
Sekilas gambaran kejadian ini juga pernah terlihat ditayangan televisi yang memberitakan bahwa seorang anak kecil yang masih balita telah menjadi seorang candu rokok. Lantas, yang menjadi pertanyaannya adalah, dimanakah letak moral anak bangsa sepuluh tahun kemudian jika hal ini terus berlanjut.


Moral bangsa memang menjadi taruhannya. Semakin berkembangnya zaman, semakin majunya perekonomian dan canggihnya teknologi, tidak ayal bagi kita bahwa masuknya modrenisasi semakin cepat. Untuk itu, kita perlu waspada terhadap modrenisasi yang semakin mendesak masuk.
Semakin globalisasinya zaman, maka moral juga menjadi perhatian bagi kita semua. Jika tidak, maka hancurlah kita. Mereka lah yang akan menguasai kita, ditanah kita, mereka berkuasa dan menjadi penguasa. Kita diaturnya.
Mungkin hal ini yang tidak ditanamkan oleh sekolah dan perguruan tinggi sekarang ini. Moral adalah langkah awal untuk maju. Bayangkan, semakin seringnya terjadi tawuran antar pelajar, sampai-sampai taruhan juga menjadi ajang judi bagi mereka yang melakoninya.
Tidak hanya tawuran antar sesama pelajar, di Jakarta saja, terjadi perkelahian antara pelajar dengan wartawan. Entah apa masalahnya, lagi-lagi pelajar menjadi tidak kontrol terhadap dirinya.
Moral sejalan dengan pengontrolan diri, semuanya berawal dari bagaimana kita sebagai pelajar mampu menguasai diri dan melakukan pengontrolan diri. Percayalah, jika pelajar mampu melakukan ini, bisa aman negri ini dari apa yang tengah terjadi saat ini.

Pelajar mempunyai peran penting bagi negara, tentunya lagi moral mereka akan dipertanyakan. Ujung dari semuanya adalah bagaimana pendidikan di negara ini berkembang. Maju? Jalan ditempat? Atau malah mundur? Semua kita punya jawabannya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pendidikan di negara ini, kita punya seorang Soekarno, Bung Hatta, hingga (kebetulan) Obama mempelajari dasar ilmu di negara kita. Lalu dimana salahnya? Apa yang menjadikan pendidikan di Indonesia tidak berjalan sesuai harapan?

Pertama, orang yang akan kita didik. Seberapa jauh mereka sadar bahwa dengan ilmu pengetahuan dapat membawanya ke alam yang lebih sukses lagi. Kesadaran pun tidak sendiri, mereka didalamnya bersama dengan niat, moral, etika, dan lain-lain. Kesatuan dari itu semua, baru (mungkin) bisa berjalan pendidikan tersebut.
Moral akan susah didapat jika tidak ada niat dan etikapun tidak mampu sendiri ketika niat tidak ada. Lihat saja, tawuran yang terjadi sudah pasti dikarenakan mereka semua (pelajar) tidak memiliki moral. Setidaknya kalau mereka yang berpikir bisa memikirkan, “jika ada salah satu dari peserta tawuran kali ini yang mati, siapa yang akan disalahkan.”
Tapi mereka tidak pernah memikirkan hal-hal yang demikian. Pernah juga tersiar kabar, kalau mereka yang ikutan didalam barisan tawuran ini hanya karena solidaritas sesama rekan satu sekolahan yang dilecehkan atau hanya di olok-olok oleh rekan sekolah lain. Picik sekali pemikiran anak bangsa ini. Jika mereka-mereka yang sering tawuran ini nanti akan menjadi wakil rakyat, tidak bisa dibanyangkan apa yang akan terjadi di Senayan kelak.
Kedua, sistem. Lagi-lagi, kita punya penilaian yang berbeda satu sama lainnya. Bagi penulis, sistem yang ada sekarang sudah jauh lebih bagus dibandingkan dengan sistem yang sebelumnya. Tidak mungkin seorang mentri pendidikan menginginkan hal terburuk terjadi dalam dunia kependididkan.
Tapi, sistem tetap lah ditetapkan oleh manusia. Kalau pun salah sistemnya, yang salah itu adalah orangnya membuat sistem tersebut. Biarkan sistem tetap seperti itu asalkan moral tetap menjadi perhatian dalam pembuatan sistem pendidikan. Semoga saja ini menjadi tugas penting bagi kita semua, orangtua, guru, dosen, praktisi pendidikan, pemerintah, dan khususnya kepada pelajar itu sendiri.
(Mahasiswa Fak. Ekonomi Manajemen Unand 2009)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes