“Mewujudkan Hunian Ideal”
Saat ini umurku telah memasuki akhir 20 tahun, 5 Juni 2012 mendatang baru memasuki babak baru dalam hidup, 21 tahun sudah aku menjalankan kehidupan yang fana. Bersama kedua orang tua yang masih sehat dan saudara-saudara yang juga sama sehatnya.
Tinggal bersama orang tua memang memiliki arti dan makna kebersamaan.
Aku merasakan kasih sayang yang sangat sangat besar dari kedua orang tua, begitu juga dengan saudara-saudaraku yang lainnya. Anak kedua dari empat bersaudara, itu artinya kami memiliki 6 personil didalam rumah.
Ayahku seorang wirausaha dalam bidang properti, seorang yang sangat menginspirasi. Ibu hanya seorang ibu dan istri didalam keluarga.
Kami berteduh dibawah rumah kontrakan yang sudah berpindah dari satu kecamatan di kota ini. Terkadang sedih dengan keadaan itu, sedih disaat semua orang dan teman-teman di kampus memiliki rumah orang tua yang bisa dihuni, tentunya lebih nyaman dari yang aku punya kala itu.
Ayahku seorang wirausaha yang memiliki sebuah rekening di bank BCA, bisa ditebak berapa saldonya, miris dan lebih sedih saat melihat buku tabungannya kala itu. Tapi, segurat senyuman tetap mengalir dari bibir ayah, ibupun menyambutnya, kami tertawa bersama.
Isu-isu tsunami kembali merebak dikalangan warga kota, ayah adalah orang yang boleh dikatakan takut dan trauma. Alasanya sederhana, pertama keponakannya telah hilang karna tsunami aceh dan kala itu kami mengontrak rumah didaerah tepi aliran sungai yang tidak jauh dari bibir pantai, artinya jika terjadi tsunami, itu adalah jalur lintasan ombak yang mahadahsyat yang bisa meluluhlantakkan kota.
Belum lama ini, ayah mencoba peraduan ke arah proyek tender dan join dengan beberapa orang teman lamanya. Alhamdulillah, banyak proyek yang bisa dikerjakan dan doa-doa kami sekeluarga terkabulkan oleh Sang Pemilik Alam.
Ayah langsung memprioritaskan mencari rumah yang cukup jauh dari bibir pantai atau setidaknya mendapat zona hijau tsunami, aku yang hampir tiap hari melintasi jalur didepan bank BCA sempat membaca KPR BCA yangbisa dijadikan referensi untuk memulai babak baru dengan hunian yang baru.
Aku pun menceritakan kepada ayah dan beliau menyanggupi.
Ayah yang juga pemegang kartu kredit dengan limit yang entah berapa, juga menyarankan aku terlebih dahulu membuka tahapan di bank BCA. Ayah ingin membagikan uang saku kepada aku dan saudara-saudara melalui transfer antar rekening saja. Dan mengontrol melalui print out buku tabungan.
Kembali ke rencana untuk membeli sebuah rumah.
Rumah impian yang sudah lama di harapkan ada dan bisa menjadi pelengkap semua canda tawa yang ada. Prosesnya tidak rumit, BCA memberikan kemudahan kepada nasabah untuk mengajukan KPR tersebut. Aku hanya bisa tersenyum geli suatu hari, ayah berkata, " Hunian yang sudah lama diimpikan, sekarang berada ditangan kita."
Akupun berpikir, hunian ideal ala Bank Central Asia ini akan menjadi pilihanku nanti saat menamatkan kuliah s1. Rumah adalah tempat untuk melepaskan semuanya, kini senyum keluargaku semakin lebar dan ikhlas dengan adanya hunian yang telah menjadi milik sendiri. Semoga aku juga bisa memiliki hunian sendiri dan keluargaku kelak.
(tintaputih)
0 komentar:
Posting Komentar