Oke, pertama untuk memulai mengaktifkan kembali kegiatan tulis ini, sebuah "catatan putih diatas hitam" yang ingin ditulis malam ini ku beri judul : tak selamanya kepintaran merupakan nilai plus.
Berangkat dari kegiatan selama KKN dinagari Matua Mudiak. Rentetan kegiatan yang dilakoni selama 45 hari adalah hal-hal sepele jika dilihat dari kacamata awam. Ternyata tidak, banyak hal yang bisa didapat saat mengikuti kegiatan ini. Mulai dari bagaimana cara memberdayakan masyarakat untuk terlibat aktif didalam kegiatan yang kita programkan hingga aktualisasi dari program kerja tersebut.
Sempat terjadi halang rintang selama KKN. Sedikit banyak cerita, pertama kali kami para pejuang KKN Matua Mudiak, khususnya laki-laki, bertempat tinggal di dusun Kayu Pontong. Disana sungguh asyik dengan suhu 15-20 derjat celcius, cukup dingin, memang dingin.
Rintangan pertama adalah persoalan akses menuju posko KKN yang berada di kantor wali nagari, melintasi pematang sawah yang kala hujan bisa dipastikan sangat lembek dan basah sehingga licin pun menjadi rintangan, apalagi untuk postur tubuh yang gemuk. Tapi, ini sangat menyenangkan.
Kondisi dirumahpun sangat unik, terbuat dari kayu dengan lantai papan, hembusan angin yang kencangpun tembus kedalam rumah pada malam hari yang hanya diterangi satu bola lampu berdaya 18watt. Pengalaman yang tidak bisa dilupakan bersama rekan KKN. Laki-laki dan perempuan pasti dipisahkan rumahnya, yang perempuan berada tidak jauh dari kantor wali nagari dengan kondisi yang sangat bagus dan terjamin.
Kehidupan memang tidak pernah lepas dari kegiatan makan dan minum, hingga kami memutuskan untuk pindah ke salah satu rumah di kompleks asrama polisi kenagarian Matua Mudiak pun, makan menjadi persoalan yang sangat berat. Entah kenapa, aku masih belum mendapat jawabannya hingga beberapa minggu menjelang KKN selesai. Banyak yang menjadi persoalan, tapi kenapa masalah makananpun menjadi momok dan selalu diperbincangkan saat "rapat" KKN diadakan?
KKN juga menjadi ajang untuk memahami karakter teman-teman yang satu nagari bersama kita. Akupun belajar memahami dan mencoba untuk mengerti satu sama lainnya. Terus berpikir, apa yang menjadi masalah, padahal, sebelum berangkat KKN, aku menginstruksikan kepada semua teman-teman untuk berkumpul membahas persoalan apa yang harus dibawa dan dipersiapkan.
Selama kami berkumpul dan membahas tentang siapa yang membawa apa tidak pernah terjadi salah komunikasi. Semua menerima apa yang menjadi tanggungjawabnya masing-masing. Tidak satupun yang berkomentar sumbang, malah semua menerima dan menawarkan, "biar aku yang bawa ini."
Jadi, aku baru sadar, ternyata ada yang ganjal terjadi, itupun sadarnya saat tulisan ini diposting di ruang tengah rumah diasrama polisi lokasi KKN, tak selamanya kepintaran menjadi nilai plus bagi seseorang, karna kepintarannyalah yang membuat dia mendapat nilai minus dimata orang banyak, khususnya para mahasiswi. Cukup menjadi followers jika tidak mampu menghandle walaupun kepintarannya berlebih.
Lugasnya, tak selamanya kepintaran merupakan nilai plus.(TintaPutih)